BELANDA
MENGHANCURKAN PALEMBANG, 1659
Oleh
: Johan Nieuhof
Johan
Nieuhof (1618-1672) adalah seorang seniman yang ikut dalam
ekspedisi ke Palembang tidak lama setelah tiba di Batavia untuk kontrak kerja
keduanya. Sebelumnya dia bekerja untuk Perusahaan Dagang Hindia Barat di
Brazu\il pada 1640-1649, dan VOC di Asia pada 1653-1658. Sebelumnya dia juga di
ikut sertakan kedalam rombongan perwakilan pertama Belanda ke kekaisaran Cina
pada 1655-1657.
Pada tanggal 19 Oktober 1659, sebelas armada kapal
Belanda diberangkatkan dari Batavia ke Palembang di bawah Komando Laksamana
John Vander Laen dan John Truytsman sebagai wakilnya. Armada tersebut dikirim
untuk membalas perbuatan orang-orang Palembang yang telah membunuh Orang-orang
Belanda. Armada yang dikirim itu terdiri dari Kapal 5 inti, 3 kapal galiung,
dan 3 kapal lainnya serta dilengkapi dengan 600 pelaut dan 700 prajurit darat.
Mereka tiba di sungai Palembang setelah menempuh perjalanan selama 11 hari.
Pada tanggal 3-4 November 1659 Belanda memasuki sungai.
Pada tanggal 9 November 1659, Belanda diserang tiba-tiba oleh Penduduk
Palembang, akibatnya 4 atau 5 prajurit terluka. Pada 10 Nov Pasukan tiba di
antara pulau Cambara dan Pantai Seberang. Disana Belanda menemukan 3 benteng,
yaitu Bamagangan, Mathapoura, Menapoura.
Pada serangan pertama Belanda berhasil memasuki benteng
Bamagangan dan berhasil membakar gudang mesiu dan mengakibatkan sebagian
bangunan benteng meledak. Belanda berhasil menenemukan 22 meriam. Pasukan Palembang melakukan
serangan balasan untuk merebut benteng. Dalam pertempuran itu 30 oarang Jawa
terbunuh temasuk Kyai Temenggong dihadapan Raja beserta dua putranya.
Pada 11 November 1659 Belanda berhasil mengambil alih
benteng Methapoura. Dan menemukan 8 unit meriam. Sore harinya Belenda menyerang
benteng di Pulau Cambara dan mendapatkan 12 unit meriam. Musuh membalas
penyerangan pada malam hari dan berhasil merebut kembali benteng tersebut.
Semua barang jarahan itu kami angkut ke kapal pada
tanggal 12-13 November 1659. Setelah seluruh meriam dan artileri berhasil
dibawa keluar dari kota, Laksamana memerintahakan untuk membumi hanguskan
seluruh benteng dan rumah-rumah. Pembakaran ini terjadi pada tanggal 16
November 1659.
Pada
tanggal 17-18 Nov 1659 masih sibuk mengumpulkan barang jarahan. Dan pada
tanggal 25 November Belanda mengadakan Pesta Syukuran. Pada 27
Nov Belanda melajutkan perjalan setetelah sebelumnya membakar seluruh
rumah-rumah. Mereka berlayar ke sungai yang di sebut Banjarmassum dan membakar
sweluruh rumah yang dilalui. Setelah 5 hari perjalanan Pasukan tiba di mulut
sungai dan pada tanggal 9 Desember 1659 tiba di Batavia. Total hasil jarahan
Belanda adalah 75 unit meriam besar dan 142 meriam kecil.
KEHIDUPAN
GUBERNUR DI BENGCOOLEN
Oleh
: Joseph Collet
Joseph Collet adalah seorang wakil gubernur di bawah
kekuasaan madras dari 1712-1716. Ia bertugas dalam perencanaan pembangunan benteng malborough yang hingga
kini masih berdiri.
Bengkulu
merupakan salah satu daerah yang sangat indah kami mendirikan benteng diatas
rawa dan diseberang benteng kami
terdapat perkampungan melayu yang terletak di tepi sungai yang sangat ramah
untuk di layari disitu terdapat 700 atau 800 rumah yang masing-masning
menampung beberapa keluarga sekaligus. Di sisi lain benteng, terdapat desa
kecil yang di huni oleh budak EIC tanah disini sangat subur rumput-rumputnya
pun segar dan lebat didataran rendah para penduduk menenam padi yang
kualitasnya sangat bagus, dan mereka yang berkerja keras biasa memanen 3 kali
dalam setahun.
Iklim disini tergolong ramah, tidak terlalu panas. Curah
hujannya pun lebih sedikit daripada di Inggris serta bunyi petirnya pun lebih
jarang. Saya sempat beberapa kali gempa bumi, ketika itu terjadi saya tersenyum
melihat orang-orang panic dan berlari pontang-panting keluar dari rumah mereka
.
Wilayah pemerintahan saya mencakup 300 mil, dengan 6 atau
7 garnisum. Masing-masing garnisum memiliki 40-50 pucuk senapan. Beberapa raja
menyatakan diri sebagai pengikut kami dan mereka berkata bahwa saya adalah
orang yang sangat baik dan mereka juga mendoakan saya setiap hari.
Sebagai wakil gubernur sya berkewajiban untuk menegakkan
peraturan tegas yang sebelumnya tidak diketahui disini. Saya telah memenjarakan
1 orang, sementara yang lain saya hukum karena prilaku tidak bermoral dan
bermental pengecut.
Kehidupan saya
disini sangat berbeda dari sebelumnya. Sekitar pukul 07.00 saya menyantap
sarapan lezat berupa roti isi mentega dan teh bohea. Kemudian saya berkerja
hingga pukul 12.00 di dewan untuk mengadakan rapat atau berkerja sendirian di
ruang kerja saya. Pukul 12.00 saya bersantap siang dengan ayam atau daging merpati rebus, kepiting atau
udang. Sementara itu, makan sore selalu terdiri dari 4 atau 5 jenis hidangan.
Sebelum kembali berkerja kami akan minum alkhohol dan mengisap cerutu.
Jika
ada waktu luang, basanya saya keluar kantor pada pukul 4 sore untuk berkuda
atau berjalan santai. Ketika melakukan hal tersebut saya akan selalu dikawal
oleh beberapa prajurit. Saya kembali kebenteng pukul 6 sore, lalu kembali
bekerja hingga waktu malam tiba.
MASYARAKAT
BENCOOLEN
Oleh
: Benjamin Heyne
Heyne adalah seorang ahli bedah dan naturalis yang
bekerja untuk English East India Company (EIC) di Madras, dan pernah
mengunjungi Bengkulu pada tahun 1812.
Perkenankan saya untuk memperkenalkan kelompok masyarakat
yang menghuni Malborough dan sekitarnya. Selain pegawai EIC dan pegawai militer, ada petualaan yang tdiak
jelas atau pelarian kapal kabur. Mereka memanfat sumber daya alam didaerah ini
dan tingkah laku mereka dengan penduduk
asli di atur.
Tadinya
banyak orang Jerman sebgai seniman, namun akhirnya kurang yang bertahan. Ada
pula orang kulit uing hingga itam pekat, mereka
keturunan yahudi dan nasrani. Beberap meraka adalah pelayan kontrak EIC.
Orang
cina memiliki lokalisasi tersendiri secara terpisah dari pemukiman penduduk,
mereka menyebut pasar cina, dan di pimpin
seorang kapten cina. Orang Benggala yang tinggal disini sebagai perajin
maupun pelayan. Semua penjahit dan tukang cuci baju di Marlborought berasal
dari kakabngan ini.
Hal
yan paling menarik ialah Budak EIC yang sekitar 300 budak berpencar kedalam
kaum pendatang. Mereka yang tinggal dengan pendatang ialah berdarah Melayu dan
yang bersama EIC sebagian besar berdarah Afrika.
Sya
perlu menyinggung bahwa majikan dari orang india atau asia serta eropa campuran
lebih baik dari pada majikan eropa murni. Mereka memperlakukan budaj secara
kekeluargaan, sebagai ganti mereka di layani dengan lebih baik dan mendapat
pelayana seumur hidup. Dan budak yang majikan eropa murni sering mengeluh.
Budak-budak
yang di perkejakan di EIC bekerja dalam
pekerjaan umum, gudang dan bangunan public. Sementara perempuan mengankut lada dan muatan berat lainnya.
Mereka juga bekerja membantu orang-orang yang berhubung dengan pemerintahan.
PENDUDUKAN
MILITER BELANDA DI ACEH
Oleh
: Brau De Saint-pol Lias
Brau De Saint-pol Lias
adalah orang Prancis yang mendukung gerakan Kelompok Orang yang mencanangkan
Perluasan peranan Global Prancis melalui jalur Penjajahan dan Perdagaangan
(Pasca Prancis Kalah dalam Perang Prusia pada 1871). Salah satu tujuan Kelompok
Penjajah ini adalah sumber emas yang di isukan berada di lembah sebelah utara
Meulaboh. Karena tidak di izinkan memasuki Kawasan tersebut oleh Belanda,
akhirnya Brau memasuki wilayang Lohong. Ia kemudian mengalihkan perhatian ke
pertambangan Timah di Perak dan daratan Asia Tenggara. Dan dia kembali
mengunjungi Aceh pada tahun 1880, Ketika Belanda berhasil menginvansi Aceh.
Ulele (Ulee Lheue), nama pelabuhan di Aceh Besar,
sekarang sudah menjadi Kota Kecil. Layaknya Kotta Radjah (Kutaraja atau Banda
Aceh), Ulee Lheue memiliki Kamp Militer, Pusat pemukiman Eropa, kampung Cina,
dan kampung penduduk Asli. Disini terdapat Dermaga yang kokoh dan juga terdapat
Rel kereta.
Enam atau delapan Kilometer dari Pelabuhan terdapat
Komlpek Keraton, yang didalamnya ada gudang senjata, barak-barak besar,
kantor-kantor, rumah penjabat dan Kediaman Gubernur. Disitu juga terdapat
makam-makam Sultan dan Kerabat Istana. Hanya kelurga sultan yang punya
pemakaman, sementara yang lain dikuburkan dimana saja tanpa tempat khusus.
Di
bagian Selatan terdapat sebuah Monumen aneh (Gunongan) setinggi tiga tingkat.dan
juga terdapat Krueng Daroy yang mengalir ke arah keraton, dan melewati area
samping rumah gubernur, dan bermuara di Kali Aceh. Krueng Daroy juga bersinggungan dengan sebuah
jembatan yang sangat indah.
Di
jalan arah Lambaro dan Indrapuri yaitu sekitar tempat jalur kereta ke Ulee
Lheue akan diperpanjang terdapat sekolah, sekolah berkuda, kantin, serta tempat
penampungan “orang-rante” yaitu sebuah penjara percontohan. Orang-rante ini
merupakan narapidana dari Jawa dan plau lainnya. Mereka di pekerjakan sebagai
kuli angkut barang, penjahit keranjang, tukang kebun, juru masak, dan supir. Orang-rante
ini berseragam biru, dengan celana, sarung, baju, dan sarung kepala yang
terbuat dari kain tipis. Jumlah mereka hamper mencoba 2.000 jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar