Sebuah Artikel dari Zulfitra
AJ
BUDI
UTOMO
BAB
I
PENDAHULUAN
Kebangkitan Nasional adalah Masa
dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta
kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia yang sebelumnya
tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Dalam masa ini muncul
sekelompok masyarakat indonesia yang menginginkan adanya perubahan dari
masyarakat indonesia yang selama ini dijajah dan ditindas oleh bangsa lain.
Kebagkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo.
Peristiwa itu merupakan bagian dari peristiwa yang menjadi tonggak sejarah
kemerdekaan negara indonesia.
Beberapa faktor yang mendorong kebangkitan indonesia yaitu diantaranya:
Beberapa faktor yang mendorong kebangkitan indonesia yaitu diantaranya:
1.Semakin banyaknya/makin tingginya
kesadaran ingin bersatu.
2. Semakin mengingkatnya semangat bangsa
Indonesia ingin merdeka.
3 .Semakin banyaknya orang pintar dan
terpelajar di Indonesia.
Munculnya Pergerakan-pergerakan
organisasi yang bersifat modern ini merupakan akibat dari sistem politik etis
yang diterapkan oleh Belanda. Dengan adanya pendidikan untuk rakyat Indonesia,
maka muncullah Tokoh-tokoh yang Berpendidikan sehingga nantinya menjadi
penggerak organisasi-organisasi modern.
Dan Faktor yang datang dari luar negeri adalah
kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905, adalah salah satu pendorong yang
menimbulkan semangat bahwa bangsa kulit kuning, bangsa Asia dapat mengalahkan
bangsa kulit putih (Eropa).
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Munculnya Budi Utomo
Budi
Utomo lahir dari inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soedirohoesodo disaat beliau
sedang berkeliling ke setiap sekolah untuk menyebarkan beasiswa, salah satunya STOVIA
(School tot Opleiding van Inlandsche
Artsen). Sejak saat itu, mahasiswa STOVIA
mulai terbuka pikirannya dan mereka mulai mengadakan pertemuan-pertemuan dan
diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan STOVIA
oleh beberapa mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo,
Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk
dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (Belanda),
serta bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu.
Para pejabat pangreh praja
(sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan
jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri,
misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan
dan para penguasa Belanda.
Para
pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah organisasi
untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain yang mendirikan
perkumpulan hanya untuk golongan mereka seperti Tiong Hoa Hwee Koan untuk orang Tionghoa
dan Indische Bond
untuk orang Indo-Belanda. Pemerintah Hindia Belanda jelas juga tidak bisa
diharapkan mau menolong dan memperbaiki nasib rakyat kecil kaum pribumi,
bahkan sebaliknya, merekalah yang selama ini menyengsarakan kaum pribumi dengan
mengeluarkan peraturan-peraturan yang sangat merugikan rakyat kecil.
Para
pemuda itu akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang harus mengambil prakarsa
menolong rakyatnya sendiri. Pada waktu itulah muncul gagasan Soetomo untuk
mendirikan sebuah perkumpulan yang akan mempersatukan semua orang Jawa, Sunda,
dan Madura yang diharapkan bisa dan bersedia memikirkan serta memperbaiki nasib
bangsanya. Perkumpulan ini tidak bersifat eksklusif tetapi terbuka untuk siapa
saja tanpa melihat kedudukan, kekayaan, atau pendidikannya.
B. Berdirinya
Budi Utomo
Pada
hari Minggu, tanggal 20 Mei 1908 Sutomo dan kawan-kawannya di ruang kelas
Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia atau Jakarta mendirikan sebuah perkumpulan
yang diberi nama Budi Utomo (Budi Luhur).
Para
pelajar yang aktif dalam pembentukan Budi Utomo tersebut adalah M. Suradji,
Muhammad Saleh, Mas Suwarno, Muhammad Sulaiman, Gunawan, dan Gumbreg. Pada
akhir pidatonya, Sutomo mengatakan, “berhasil dan tidaknya usaha ini bergantung
kepada kesungguhan hati kita, bergantung kepada kesanggupan kita bekerja. Saya
yakin bahwa nasib Tanah Air di masa depan terletak di tangan kita.” Ucapan itu
disambut dengan tepuk tangan yang amat meriah.
Budi
Utomo setelah terbentuk, para pengurus dan anggotanya segera mempropagandakan
mengenai maksud dan tujuan pembentukan organisasi tersebut kepada semua
masyarakat, terutama kelompok pelajar, pegawai, kaum priayi, dan pedagang
kecil. Propaganda itu ternyata mendapat sambutan hangat. Berita tentang
pembentukan Budi Utomo akhirnya tersiar juga lewat surat kabar sehingga
diketahui oleh pelajar-pelajar di berbagai kota. Akhirnya, para pelajar di
kota-kota, seperti Yogyakarta, Magelang, dan Probolinggo ikut mendirikan
cabang-cabang Budi Utomo. Nama Sutomo sebagai pendiri dan ketua umum Budi Utomo
makin populer sekaligus mengundang risiko besar.
Beberapa
staf pengajar dan pemerintah Belanda menuduh Sutomo dan kawan-kawannya sebagai
pemberontak. Sutomo diancam akan dipecat dari sekolahnya. Akan tetapi,
kawan-kawannya mempunyai solidaritas tinggi. Jika Sutomo dikeluarkan, mereka
akan ikut keluar juga. Dalam persidangan di sekolah, Sutomo masih dipertahankan
oleh pemimpin umum STOVIA, Dr. H. E. Roll sehingga ia dan kawan-kawannya tidak
jadi dikeluarkan dari sekolah. Jelaslah bahwa setiap perjuangan pasti mendapat
tantangan, rintangan, bahkan ancaman, tetapi mereka tetap tegar.
Budi
Utomo berkembang makin besar sehingga perlu menyelenggarakan kongres. Untuk keperluan
itu, mereka mempersiapkan segala sesuatunya atas usaha sendiri. Dr. Wahidin
berkampanye keliling daerah untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari semua
pihak. Kongres Budi Utomo yang pertama berhasil diselenggarakan pada tanggal 5
Oktober 1908 di Yogyakarta. Dalam kongres dihasilkan beberapa keputusan
penting, seperti:
1. Merumuskan
tujuan utama Budi Utomo, yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa,
terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan,
teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa Indonesia;
2. Kedudukan
pusat perkumpulan berada di Yogyakarta;
3. Menyusun
kepengurusan dengan R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar (Jawa Tengah) sebagai
Ketua;
4. Kegiatan
Budi Utomo terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan;
5. Wilayah
gerakannya difokuskan di Jawa dan Madura;
6. BU
tidak ikut mengadakan kegiatan politik.
Pada
tahun awal berkembangnya Budi Utomo dapat menjadi tempat penyaluran keinginan
rakyat yang ingin maju dan tempat mengabdi tokoh-tokoh terkemuka terhadap
bangsanya. Tokoh-tokoh yang pernah menjabat Ketua Budi Utomo, antara lain R.T.
Tirtokusumo (1908–1991), Pangeran Aryo Noto Dirodjo dari Istana Paku Alam
(1911–1914), R.Ng. Wedyodipura atau Radjiman Wedyoningrat (1914–1915), dan R.M.
Ario Surjo Suparto atau Mangkunegoro VII (1915). Oleh karena pemimpin Budi
Utomo umumnya berasal dari kaum bangsawan, banyaklah dana yang disumbangkan
untuk kemajuan pengajaran.
Demikian,
lahirlah badan bantuan pendidikan atau studiefonds yang diberi nama Darma Wara.
Hal inilah yang dicita-citakan oleh dr. Wahidin.
Sejak
tahun 1908 hingga tahun 1915, Budi Utomo hanya bergerak di bidang sosial dan
budaya terutama pada bagian pengajaran. Namun, setelah tahun 1925 itu Budi
Utomo ikut terjun ke dunia politik. Perubahan haluan ini terjadi karena adanya
pengaruh dari organisasi pergerakan lain yang bercorak politik, seperti
Indische Partij dan Sarekat Islam. Tujuan Budi Utomo berpolitik adalah untuk
mendapat bagian dalam pemerintahan yang akan dipegang oleh golongan pelajar
pribumi.
C. Masa
Perkembangan
Budi Utomo mengalami fase
perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes
Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan
terus terang mewujudkan kata “politik” ke dalam tindakan yang nyata. Berkat
pengaruhnyalah pengertian mengenai “tanah air Indonesia” makin lama makin bisa
diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische
Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya.
Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa
terkecuali. Baginya “tanah air” (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.Pada
masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu
perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat
Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama,
nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang
bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas
oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda.
Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan
Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia
diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik
Budi Utomo memang belum berpengalaman.Karena gerakan politik
perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh
kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika
Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya,
dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang
dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat
marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi
Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah
artikel “Als ik Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang
dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda.
Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya,
yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah
Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil
sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.Agak berbeda
dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari
pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari
perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan
kepada bangsanya bahwa “nasionalisme Indonesia” tidaklah bersifat kultural,
tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada
orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan
dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal
nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak
suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian
nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa
menjadi anggota. Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan
segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam,
nasionalisme “Indonesia” ada dan merupakan unsur yang paling penting.
D. Harapan
dan Hambatan Pergerakan Budi Utomo
Sebagai suatu organisasi yang baik,
Budi Utomo memberikan usulan kepada pemerintah Hidia Belanda sebagai mana
berikut ini :
1. Meninggikan tingkat pengajaran di
sekolah guru baik guru bumi putera maupun sekolah priyayi.
2. Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi
putera.
3. Menyediakan lebih banyak tempat pada
sekolah pertanian.
4. Izin pendirian sekolah desa untuk Budi
Utomo.
5. Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk
para bumi putera dan para perempuan.
6. Memelihara tingkat pelajaran di
sekolah-sekolah dokter jawa.
7.
Memberikan
kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah rendah eropa
atau sekolah Tionghoa - Belanda.
Pemerintah Hindia-Belanda
mengesahkan Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah karena dinilai tidak
membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal karena banyak
hal, yakni :
1. Mengalami kesulitan dinansial
2. Kelurga R.T. Tirtokusumo lebih
memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial daripada rakyat.
3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi
dibanding rakyat jelata.
4. Keluarga anggota-anggota dari golongan
mahasiswa dan pelajar.
5. Bupati-bupati lebih suka mendirikan
organisasi masing-masing.
6. Bahasa belanda lebih menjadi prioritas
dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
7.
Pengaruh
golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan yang
nasionalis.
BAB
III
KESIMPULAN
Budi Utomo yang dicanangkan Dr.
Wahidin Sudirohusodo ini adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di
Indonesia dengan memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan
dan juga rencana kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan.
Organisasi yang didirikan oleh dr.
Soetomo cs dan bergerak di bidang sosial ini bukan hanya dikenal sebagai salah
satu organisasi nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga organisasi yang
terpanjang umurnya sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Satu petikan penting yang dapat
diambil dari munculnya BU adalah merupakan tonggak awal penyebab berlansungnya
Perubahan-perubahan politik hingga terjadinya Integrasi Nasional. Hal itu dapat
kita lihat dari penetapan Hari Kebangkitan Nasional yang ditetapkan/diambil
dari hari lahirnya Budi Utomo
Daftar Pustaka
·
Akira Nagazumi, 1989: Bangkitnya Nassionalisme
Indonesia, Budi Utomo 1908-1918. Jakarta:
PT Pustaka Utama Grafiti
·
A.K Pringgodigdo,1984: Sejarah Pergerakan Rakyat
Indonesia: Jakarta: Dian Rakyat
·
Kansil,C.S.T. dan Julianto.1988. Sejarah Perjuangan Pergerakan
Kebangsaan Indonesia. Jakarta:
Erlangga
·
Marwati
Djoened Poesponegoro, dkk. 1984. Sejarah
Nasional Indonesia, Jilid
VI. Balai Pustaka. Jakarta.
·
Matroji,
2000, IPS Sejarah untuk SLTP kelas 2, Jakarta : Erlangga
·
M.C Ricklefs,1991: Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta: Gadjah Mada Press
·
Suhartono.
1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari
Budi Utomo sampai Proklamasi
1908 – 1945. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
·
Harian
WordPress ,Merenungkan Makna Hari
Kebangkitan Nasional
·
http://www.WordPress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar